Selasa, 13 Maret 2012

GURU KURIKULUM VS GURU INSPIRATIF



BAB I


Pendahuluan



Salah satu permasalahan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu proses pembelajaran seperti metode mengajar guru yang tidak tepat, kurikulum, manajemen sekolah yang tidak efektif dan  kurangnya motivasi  siswa dalam belajar.
Realita lapangan menunjukan bahwa siswa tidak memiliki kemauan belajar yang tinggi,  baik dalam mata pelajaran belajar matematika, bahasa maupun ilmu pengetahuan alam. Banyak siswa merasa “ogah-ogahan” di dalam kelas, tidak mampu memahami dengan baik pelajaran yang disampaikan oleh guru-guru mereka. Hal ini menunjukan bahwa siswa tidak mempunyai  motivasi yang kuat untuk belajar. Siswa masih mengganggap kegiatan belajar tidak menyenangkan dan memilih kegiatan lain di luar kontek belajar seperti menonton televisi, sms, dan bergaul dengan teman sebaya.Ini yang menunjukkan bagaimana peran guru yang kompleks dalam mendidik siswa kedepan, bukan hanya sebatas pada transfer ilmu yang didapat melainkan bagaimana peran nanti siswa dalam terjun ke masyarakat.

BAB II


Rumusan Masalah

Dalam hal ini dapat kita kaitkan permasalahan-permasalahan yang timbul dalam dunia pendidikan mengenai sebab-sebab penurunan tingkat belajar siswa dilihat dari aspek pengajar (guru) tersebut :

1.      Apa fungsi dan tugas guru
2.      Bagaimana menjadi guru yang ideal
3.      Bagaimana seharusnya peran guru dalam pendidikan di kelas ?
4.      Apakah yang disebut dengan guru kurikulum ?
5.      Apakah yang dimaksud dengan guru inspiratif ?
6.      Apa saja macam-macam atau ragam guru dalam mengajar ?
7.      Bagaimana mengatasi kesulitan dalam belajar



Pembahasan

1.      Apa Fungsi dan Tugas Guru

Ada beberapa fungsi dan tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang guru, selain sebagai aktor utama kesuksesan pendidikan. Fungsi dan Tugas Guru tersebut diantaranya sebagai berikut :
a.       Pendidik (educator)
Guru berkewajiban mendidik murid-murid sesuai dengan materi pelajaran yang ada dan seharusnya mereka dapatkan. Sehingga ilmu pengetahuan menjadi syarat utama yang dapat diperoleh dengan membaca, menulis, berdiskusi, mengikuti informasi, dan responsif.Buruknya pakem yang ada saat ini membuat semakin besarnya beban moral seorang guru dalam kehidupannya. Seperti halnya, guru akan dikatakan profesional bila memiliki ijasah S1 tanpa memandang masa ia menjabat, berapa banyak pengalamannya dan memaksanya untuk menempuh S1. Pemerintah pun memaksa dengan anturannya bahwa guru wajib minimal S1, sedangkan ANGGOTA DPR ATAU PRESIDEN MINIMAL SEKOLAH MENENGAH ATAS. Sungguh ironi yang nyata dan tidak kita sadari.
b.      Pemimpin (Leader)
Guru juga menjadi pemimpin di kelas. Oleh karenanya, guru harus dapat menguasai, mengendalikan dan mengarahkan kelas untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang berbobot. Sebagai pemimpin, guru juga harus terbuka, demokratis, egaliter dan menghindari kekerasan. Guru diharapkan lebih mengedepankan musyawarah dengan murid-muridnya untuk mencapai kesepakatan bersama.
Guru juga diharapkan mampu membaca potensi anak, memahami minat dan bakatnya dan menggunakan pendekatan-pendekatan yang sesuai terhadap kondisi yang ada. Guru juga harus senantiasa menjadi teladan yang baik bagi murid-muridnya.
c.       Fasilitator
Menjadi seorang fasilitator merupakan salah satu tugas guru untuk memfasilitasi murid dalam menemukan dan mengembangkan bakatnya secara pesat. Eksperimentasi maksimal, latihan yang berlanjut dan evaluasi yang rutin, sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hal tersebut.Guru tidak boleh mendikte anak didik untuk menguasai suatu bidang saja. Anak harus dibiarkan mengeksplorasi potensi yang ada dan memilih potensi terbaik untuk jalur hidupnya di masa mendatang.
d.      Motivator
Sebagai seorang motivator, guru harus bisa membangkitkan semangat dan mengubur kelemahan yang dimiliki anak didik walau bagaimanapun latar belakang keluarganya, bagaimanapun kelam masa lalunya dan bagaimanapun berat tantangannya. Tidak ada kata menyerah sampai titik darah penghabisan mungkin pas dijadikan slogan para “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” ini .Sebagai seorang motivator, guru adalah psikolog yang diharapkan mampu menyelami psikologi anak didiknya, sehingga mengetahui kondisi lahir batinnya. Sehingga seorang guru akan mencari motivasi model apa yang cocok bagi anak didiknya.
Menurut Oemar Hamalik (2008), memotivasi belajar penting artinya dalam proses belajar siswa, karena berfungsi mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar. Oleh karenanya, prinsip-prinsip motivasi belajar sangat erat kaitannya dengan prinsip-prinsip belajar itu sendiri.
e.       Administrator
Sudah menjadi hal wajar bagi guru untuk menyelesaikan tugas administrasi sejak melamar menjadi guru, kemudian diterima dengan bukti surat keputusan, surat instruksi kepala sekolah, dan setumpuk tugas lain yang sudah melekat dengan kesehariannya. Dalam pendidikan formal, umumnya menggunakan prosedur administrasi yang rapi dan tertib.Setiap kali mengajar, tugas administrasi senantiasa menunggu seorang guru seperti, mengabsen siswa, mengisi jurnal kelas dengan lengkap, serta membuat laporan berkala sesuai aturan dimana tempat ia bertugas. Saat ujian tiba, guru harus menyiapkan soal ujian, mengawasi, mengoreksi, menyerahkan nilai rapor pada wali kelas, dan lain sebagainya.
Guru juga mempunyai catatan tersendiri untuk mengabadikan masalah yang ditemuinya, misalnya saja anak yang bolos, anak yang kemampuannya dibawah standar, salinan presensi siswa saat pelajaran serta hal-hal lain yang berhubungan dengan tugas mendidik.Semua rutinitas tugas tersebut haruslah dilakukan seorang guru dengan baik dan profesional.
f.       Evaluator
Sebaik apapun kualitas pembelajaran pastilah memiliki kelemahan yang perlu dibenahi dan disempurnakan. Inilah yang menuntut seorang guru juga harus mampu menjadi pengoreksi/ evaluator. Guru dapat menggunakan bermacam cara evaluasi seperti merenungkan sendiri proses pembelajaran yang diterapkan, meneliti kelemahan dan kelebihan, atau secara obyektif dengan meminta pendapat orang lain (kepala sekolah atau rekan sejawat, serta murid-muridnya).
Disinilah diperlukan jiwa besar guru dalam menerima masukan atau kritikan dari murid-muridnya untuk tidak emosional. Justru menjadikan masukan dan kritikan tadi sebagai media evaluasi pembenahan diri. Karena tidak ada manusia yang sempurna, maka pasti ada kekurangan dan kelemahan .
Dengan adanya tugas evaluasi ini, diharapkan guru lebih baik dalam segala hal, diantaranya kapasitas intelektualnya, integritas kepribadiaanya, pendekatan metodologi pengajaran yang lebih segar, progresif, aktual dan performance yang lebih menarik serta energik .









2.      Guru Yang Ideal
Menjadi guru yang ideal merupakan dambaan bagi setiap guru dalam memaksimalkan pengajaran yang ada. Akan tetapi bagaimana menjadi guru yang ideal itu ? Berikut kriterianya menurut buku “Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif”:

a.       Orang yang mempunyai kompetensi tinggi dengan banyak membaca, menulis dan meneliti. Ia adalah figur yang senang dengan pengembangan diri terus menerus, tidak merasa cukup dengan apa yang sudah dimiliki.
b.      Mempunyai moral yang baik, bisa menjadi teladan, dan memberi contoh perbuatan, tidak sekedar menyuruh dan berorasi.
c.       Mempunyai skills yang memadai untuk berkompetisi dengan elemen bangsa lain dan sebagai sumber inspirasi dan motivasi kepada anak didik.
d.      Mempunyai kreatifitas dan inovasi tinggi dalam mengajar sehingga menarik dan memuaskan anak didik.
e.       Mempunyai tanggung jawab sosial dengan ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan problem-problem sosial kemasyarakatan.

Dalam perspektif agama, syarat menjadi guru yang ideal ada dua puluh macam seperti halnya yang disampaikan KH. Muh Hasyim Asy’ari. Keduapuluh syarat tersebut ialah sebagai berikut :
  1. Selalu istiqomah dalam muraqabah kepada Allah SWT. (Muraqabah = melihat Allah SWT dengan mata hati dan menghubungkan dengan perbuatan yang telah dilakukan selama ini)
  2. Senantiasa berlaku khauf (takut kepada Allah SWT) dalam segala ucapan dan tindakan.
  3. Bersikap tenang.
  4. Bersifat wara’. (Wara’ = keluar dari setiap perkara subhat dan mengoreksi diri dalam setiap keadaan)
  5. Selalu bersikap tawadhuk. (Tawadhuk = merendahkan diri dan melembutkan diri terhadap makhluk, atau patuh kepada kebenaran dan tidak berpaling dari hikmah, hukum dan kebijaksanaan)
  6. Selalu bersikap khusyuk kepada Allah SWT.
  7. Menjadikan Allah SWT  sebagai tempat meminta pertolongan dalam segala keadaan.
  8. Tidak menjadikan ilmu sebagai tangga mencapai keuntungan duniawi, baik jabatan, harta, popularitas, atau agar lebih maju dibanding temannya yang lain.
  9. Tidak diskriminatif terhadap murid.
  10. Bersikap zuhud dalam urusan dunia sebatas apa yang ia butuhkan, yang tidak membahayakan diri sendiri, keluarga, sederhana dan qana’ah.
  11. Menjauhkan diri dari tempat-tempat yang rendah dan hina menurut manusia, juga hal-hal yang dibenci oleh adat setempat.
  12. Menjauhkan diri dari tempat-tempat kotor dan maksiat walaupun jauh dari keramaian.
  13. Selalu menjaga syiar-syiar Islam dan zharir-zhahir hukum, seperti shalat berjamaah dimasjid, menyebarkan salam, amar ma’ruf nahi munkar dan senantiasa berlaku sabar terhadap musibah yang dihadapi.
  14. Menegakkan sunnah-sunnah dan menghapus segala hal yang mengandung unsur bid’ah, menegakkan segala hal yang mengandung kemaslahatan dengan jalan yang dibenarkan.
  15. Membiasakan diri untuk melakukan sunnah yang bersifat syariat, baik qauliyah atau fi’liyah.

  1. Bergaul dengan ahklak yang baik.
  2. Membersihkan hati dan tindakan dari ahklak yang jelek dan dilanjutkan dengan perbuatan yang baik.
  3. Senantiasa bersemangat untuk mengembangkan ilmu dan bersungguh-sungguh dalam setiap aktifitas.
  4. Tidak boleh membeda-bedakan status, nasab, dan usia dalam mengambil hikmah dari semua orang.
  5. Membiasakan diri untuk menyusun dan merangkum pengetahuan.

Dari poin-poin di atas dapat kita simpulkan bahwa syarat menjadi guru ideal harus mempunyai landasan keagamaan kokoh dan disiplin, memahami visi misi pendidikan secara holistik dan integral, mempunyai kemampuan intelektual yang memadai, menguasai teknik pembelajaran yang kreatif.
Melihat kondisi pendidikan/system sekolah umumnya di Indonesia, guru-guru memang terbelenggu oleh ketentuan administrative yang harus dipatuhi seperti target pencapaian kurikulum, ketuntasan belajar, silabus, RPP dan sebagainya. Sesuai dengan ketentuan yang ada bahwa wujud pelaksanaan pendidikan di sekolah tertuang dalam bentuk kegiatan intra kurikuler dan ekstrakurikuler. Dalam kegiatan intrakurikuler sangat jarang guru dalam interaksinya dengan murid-muridnya mampu mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki mereka. Padahal tujuan pendidikan yaitu pengembangan secara menyeluruh dari seluruh potensi anak didik melalui kreatifitas dan berpikir kreatif.
Hal ini memperlihatkan bahwa pendidikan memiliki arti sebagai pengembangan potensi manusia. Dengan demikian proses pendidikan yang ada di sekolah mestinya tidak hanya melulu berorientasi pada aspek kognitifnya saja atau dengan kata lain lebih mengacu pada perolehan nilai tetapi juga harus bisa mengembangkan nilai-nilai lain seperti emosional, kepribadian, spiritual dan social. Akan tetapi yang terjadi di lapangan peran  guru lebih banyak mengajar dari pada mendidik. Artinya ketika guru masuk ke ruang kelas maka yang dilakukan hanya menyampaikan materi yang ada di buku atau dengan kata lain bersifat curriculum oriented (terjebak pada kegiatan pencapaian target kurikulum), dan  bersifat content oriented atau pencapaian tujuan kognitif yang malah jauh dari pencapaian tujuan pendidikan yang sebenarnya. Sedangkan pada kegiatan ekstrakurikuler pembinaan dan pengembangan potensi belum mendapatkan proporsi yang sewajarnya. Padahal kegiatan ekstrakurikuler diharapkan mampu mengembangkan potensi anak didik diluar potensi akademiknya.
Saat ini, guru di Indonesia yang memiliki lima kriteria ideal di atas masih sangat sedikit. Kebanyakan guru-guru bangsa ini masih mengandalkan gelar kesarjanaan tanpa mengevaluasi kemampuan dan tanggung jawab besar yang sebenarnya ia emban. Sebagai figur pengubah sejarah, dituntut mempunyai kemampuan terbaik untuk dipersembahkan kepada murid-muridnya.




3.      Peran Guru Dalam Pendidikan Di Kelas
Kegiatan Intrakurikuler yang terjadi sekolah yang dilakukan oleh guru dan peserta didik sudah saatnya diubah paradigmanya. Perlu pendekatan lain yang dilakukan oleh guru ketika berinteraksi dalam proses pembelajaran. Selama ini guru lebih menekankan pada pendekatan intelektual/intelgensia atau hanya mengejar nilai. Sedangkan ketrampilan hidup dan bersosialisasi tidak diajarkan. Seorang anak dilihat berdasarkan nilai ulangan yang didapat bukan kemampuan diri secara keseluruhan. Kondisi ini dapat mendorong anak untuk mencontek atau melakukan usaha-usaha yang tidak baik karena tuntutan angka  sehingga nilai-nilai pendidikan terabaikan. Menurut pendapat saya ada 3 pendekatan yang bisa dilakukan:       
                                                    
a. Melalui Pendekatan Kecerdasan Emosional
Otak manusia terdiri ari dua lapisan yaitu lapisan luar (neo cortrex) dan lapisan tengah (limbic system). Di wilayah lapisan luar otal, manusai -atas ijin Allah- mampu berhitung, mengoperasikan computer, mempelajari bahasa Inggris, dan perhitungan yang rumit lainnya. Melalui penggunaan otak neo-cortex inilah lahir intelegence quotient/IQ atau kemampuan intelektual (Ary Ginanjar A: Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power). Kecerdasa ini berkaitan dengan kesadaran terhadap ruang, kesadaran pada sesuatu yang tampak, dan penguasaan matematika. Sedangkan pada lapisan tengah  otak (limbic system)  terletak pengendali emosi dan perasan manusia yang memungkinkan manusia luwes dalam bergaul, penolong sesama, setia kawan dan bertanggung jawab. Perilaku inilah yang disebut kecerdasan emosional/EQ (emotional quotient) yang dapat dimaknai serangkaian kecakapan untuk melapangkan jalan di dunia yang penuh liku-liku permasalahan social. Pada ranah inilah saya pikir, guru bisa membangkitkan potensi anak didiknya untuk menempuh kesuksesan dengan mengembangkan rasa simpati dan empati pada sesama, sifat kerja keras dan bertanggung jawab. Menurut penelitian yang dilakukan oleh pakar psikolog yaitu Steven J. Stein dan Howard E. Book, bahwa IQ hanya berperan dalam kehidupan manusia dengan besaran maksimum 20%, bahkan hanya 6%. Jadi pendekatan emosional yang dilakukan guru terhadap siswanya ketika interaksi di kelas, bisa mendorong siswa untuk sukses dengan tidak hanya mengandalkan dari sisi IQ-nya saja. Pendekatan emosional yang bisa dilakukan misalnya dengan selalu menebarkan energi positif pada anak didik, toleransi terhadap ketidaksempurnaan, dan mencintai sepenuh hati anak didik dengan perbedaan yang dimiliki mereka
b. Melalui Pendekatan Kecerdasan Spiritual
Pada ranah ini, pendekatan yang harus dilakukan oleh guru adalah meningkatkan potensi siswa dengan membangkitkan spiritual quotient dengan cara menanamkan/mengajarkan  nilai-nilai kebenaran yang terkandung dalam agama. Pondasi dari kecerdasan spiritual adalah Ihsan. Ihsan berasal dari kata husn yang artinya sesuatu yang baik dan indah. Dalam  pengertian umum bisa bermakna positif termasuk kejujuran, kebajikan, keindahan dan keramahan. Ihsan dalam belajar atau bekerja adalah bagaimana seseorang dapat belajar/bekerja dengan jujur dan amanah dan mengerjakan sesuatunya secara benar-sesuai peraturan yang ditetapkan. Jika Allah saja mengerjakan sesuatu yang indah dalam berhubungan dengan makhluknya maka manusia dituntut pula untuk berbuat kebaikan atau keindahan. Alhasil ihsan adalah berbuat baik seolah-olah seseorang melihat Allah. Saya pikir hal inilah yang bisa guru tanamkan kepada setiap anak didik/siswa bahwa setiap yang dilakukan oleh kita manusia adalah bernilai ibadah dan sebagai manusia harus bisa memberi manfaat bagi manusia yang lain.
      
c.    Melalui Pendekatan Kecerdasan Sosial
Menurut Edward L. Thondrike kecerdasan social (socialintelligence) adalah kemampuan untuk saling mengerti sesama manusia dan bijaksana dalam hubungan sesama manusia. Dia menegaskan kecerdasan sosial berbeda dengan kemampuan akademik. Saat ini banyak tudingan terhadap dunia pendidikan dimana produk pendidikan kita adalah manusia-manusia yang biasa menyikut orang untuk mempertahankan kepentingannya karena kurikulum ternyata mendorong orang semakin cerdas sekaligus menyuburkan sikap-sikap individualistic alias mementingkan diri sendiri. Gaya hidup ini menghapus bersih sikap kerja sama, tenggang rasa, simpati, empati dan budi pekerti yang luhur. Bayangkan bila penguasa masa depan adalah produk dari dunia pendidikan seperti ini. William Chang, seorang pemerhati social menyebut fenomena ini menghasilkan manusia yang bereaksi lamban. Kelambanan bereaksi ditafsirkan akibat rendahnya kecerdasan sosial.    Sisi inilah yang barangkali bisa digali dan dikembangkan oleh guru pada anak didiknya. Harus disadari bahwa latar belakang sosial anak didik berbeda-beda baik suku, bahasa, agama, bahkan tingkat ekonominya. Disisi lain manusia sebagai makhluk social tidak bisa hidup sendiri. Oleh karena itu penting kiranya mengembangkan sikap kerja sama, tenggang rasa, simpati, empati dan budi pekerti yang luhur pada setiap anak didik. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan mempraktekan 5 S (senyum, sapa, salam, sabar dan syukur).Mudah-mudahan melalui 3 pendekatan ini, guru bisa menjadi inspirasi bagi setiap anak didik untuk bisa sukses dalam kehidupannya baik ketika dia bekerja maupun ketika menjadi pemimpin.            

4.      Guru Kurikulum
Guru kurikulum yang dimaksudkan adalah guru yang dalam kesehariannya dalam mengajar selalu berpatokan pada kurikulum yang ada, sehingga akan berdampak pada kestatisan dalam mengajar. Mengapa hal itu bisa terjadi ? Hal ini dapat diketahui bersama adanya kurikulum yang membatasi kreatifitas dari guru sehingga yang ada dalam bentuk pengajaran di kelas hanya satu, bagaimana caranya agar materi yang disampaikan kepada siswa dapat tuntas sesuai dengan target pencapaian yang digariskan dalam KTSP dan pencapaian nilai KKM.
Dalam hal ini ada dampak yang ditimbulkan seperti yang seperti yang sudah saya terangkan sebelumnya ditambah dengan penurunnya daya minat belajar siswa sehingga yang terkesan adalah guru kurikulum adalah “Robot” yang dikendalikan oleh alat pemerintah yaitu “KTSP”.

5.      Guru Inspiratif
Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, hal yang penting diperhatikan bagi sosok guru inspiratif adalah bagaimana ia mampu menarik dan mendorong minat siswa untuk menyenangi dan merindukan materi pelajarannya. Hal inilah yang menjadikan modal utama dalam diri siswa, sehingga siswa akan memiliki rasa ketagihan untuk belajar lebih lanjut. Inilah yang dinamakan hakikat pembelajaran sesungguhnya. Proses belajar tidak hanya berhenti ketika akhir semester, lalu mendapatkan nilai. Tetapi, yang terpenting adalah, siswa mendapatkan modal yang cukup untuk mengarungi kenyataan kehidupan yang akan dihadapinya.
Anita Lie dalam tulisannya di Majalah Basis (2005:17) mengatakan bahwa keadaban, kreativitas, ingenuitas, dan kebermaknaan pribadi menjadi isu sentral dalam aliran-aliran pendidikan yang belum banyak dihargai dalam pelaksanaan pengajaran di Indonesia. Dalam aliran ini, proses pembelajaran merupakan proses kebermaknaan untuk masing-masing siswa. Kreativitas dan ingenuitas masing-masing anak dianggap lebih penting daripada standar baku yang ditetapkan oleh pemerintah.
Memang, peran guru inspiratif bukanlah faktor tunggal yang akan menentukan keberhasilan sesorang. Keberhasilan seseorang dalam hidup, setidaknya dipengaruhi tiga hal: peran pribadi guru inspiratif, kemampuan guru inspiratif membangun iklim pembelajaran yang semakin menyuburkan arti dan makna inspiratif, serta usaha siswa sendiri untuk meraih kesuksesan, baik ketika masih sekolah maupun setelah menyelesaikan jenjang pendidikannya. (hlm. 276). Nah, langkah selanjutnya, bagaimana kita sebagai seorang guru dapat membangun pribadi diri menjadi sosok guru inspiratif yang senantiasa memberikan motivasi dan modal kepada para siswa untuk mampu menghadapi perubahan yang terus terjadi. Guru inspiratif adalah guru kurikulum plus. Artinya, selain mengajar maksimal berdasarkan kurikulum, ada nilai plusnya, yaitu memberikan modal lain bagi kehidupan para siswanya dalam menghadapi hidup.
Guru inspiratif adalah guru yang mampu memberikan perubahan secara mendasar dalam diri siswa; apakah pandangan hidupnya, orientasi intelektualnya, ataukah dimensi-dimensi mendasar lainnya dalam kehidupan. Guru inspiratif bukan segala-galanya, tetapi adanya guru inspiratif tentu akan memberikan kontribusi yang luar biasa bagi perubahan dalam kehidupan para siswa. Sejatinya, tak pernah ada guru pensiun. Menjadi guru inspiratif selalu dikenang oleh siswa selamanya.

6.      Ragam Guru Dalam Mengajar
Guru yang dalam pengajarannya memiliki karakteristik dalam pengajarannya sendiri-sendiri. Oleh karena itu, dapat kita bagi ragam guru menjadi beberapa macam, seperti :
a.       Guru otoriter
Guru otoriter yang dimaksud dalah guru yang dalam keseharian mengajar selalu mengedepankan kekerasan sehingga akan berdampak negatif pada siswa yang diajarkannya. Tidak semua pengajaran dengan cara kasar dapat diterima oleh siswa melainkan akan membentuk pola piker yang kasar juga terhadap siswa tersebut. Hasil yang didapatkan pun tidak maksimal sehingga guru ini tidak dijadikan landasan dalam pengajaran di kelas.
b.      Guru Laissez Faire
Yaitu guru yang dalam pengajarannya semaunya sendiri. Guru tersebut menginginkan kebebasan yang mutlak tetapi tidak mengindahkan peraturan yang ada sehingga juga akan berdampak buruk juga bagi perkembangan pembelajaran siswa.
c.       Guru Demokratif
Yaitu guru yang mengedepankan kerjasama dengan guru yang lain sehingga tercipta suasana pembelajaran yang maksimal. Meskipun dalam hal ini guru sebagaia pekerjaan individu, akan tetapi harus ada kerjasama antar guru yang lain.
d.      Guru Otoritatif
Yaitu guru yang dalam keseharian mengajar tidak selalu menggunakan acuan seperti KTSP misalnya dalam mengajar akan tetapi dapat mengembangkan kurikulum yang sudah ada. Guru ini yang disebut guru kreatif dan inspiratif karena dapat membuat suasana kelas yang kondusif dan tercipta pembelajaran yang efisien.

7.      Cara Mengatasi Kesulitan Belajar
Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang memerlukan perhatian khusus, keuletan, keteguhan, ketekunan, kerajinan dan kedisiplinan. Oleh karena itu agar proses pembelajaran yang diselenggarakan berdayaguna dan berhasil guna, maka proses pembelajaran tersebut benar-benar harus dilaksanakan dengan baik dan berdisiplin tinggi. Disiplin merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan pembelajaran dan hal ini harus dilakukan oleh semua warga yang terlibat dalam sebuah lembaga yang melakukan proses pendidikan.
Harapan yang tak pernah sirna dan selalu dituntut oleh guru adalah bagaimana bahan pelajaran itu yang disampaikan guru dapat disukai anak secara tuntas. Hal ini merupakan masalah yang cukup rumit dirasakan oleh guru, di mana anak mempunyai kepribadian yang beraneka ragam, ciri khas individu merupakan keunikannya. Mereka juga makhluk sosial dengan latar belakang yang berlainan.
Pada masa pertumbuhan anak-anak usia dini merupakan masa pertumbuhan yang positif di mana lingkungan keluarga maupun masyarakat di sekitarnya sangat mendukungnya. Kehidupan sosialnya tumbuh dan diperkaya dengan kemampuan bekerja sama juga dalam hal bersaing dan kehidupan kelompok sebaya. Dalam bergaul, bekerja sama dan kegiatan bersama tidak membedakan jenis. Yang menjadi dasar adalah perhatian dan pengalaman yang sama.
Lingkungan keluarga sangatlah menentukan keberhasilan belajar. Status ekonomi, status sosial dan lingkungan keluarga ikut berperan dalam keberhasilan proses belajar. Suasana keluarga yang tenteram akan menciptakan keharmonisan keluarga. Maka dengan keharmonisan ini anak cenderung lebih giat dalam belajar, selain itu peran masyarakat pun sangat mempengaruhi dalam kegiatan belajar. Hal-hal yang menyimpang dari lingkungan masyarakat akan mudah terserap oleh individu. Dengan hal ini siswa akan membandingkan pengalaman yang ia peroleh di lingkungan sekolah dengan pengalaman yang ia dapatkan di lingkungan masyarakat.
Keberhasilan belajar siswa ditentukan oleh beberapa faktor yang menunjang terhadap keberhasilan proses belajar-mengajar tersebut. Faktor metode mengajar akan berkaitan dengan model pembelajaran yang diterangkan. Pendidikan prasekolah sangat penting artinya, bukan hanya sebagai pengisi waktu anak saja, tetapi juga untuk mempersiapkan anak di masa mendatang. Banyak para tokoh yang mengakui tentang pentingnya pendidikan prasekolah atau pendidikan anak usia dini.
Usaha-usaha ke arah tersebut dapat berupa membangkitkan motivasi, seperti guru berupaya dalam menyampaikan pelajaran dengan tujuan yang jelas dan menarik, menciptakan suasana yang menyenangkan, memberikan pujian, menghargai pekerjaan siswa, dan memberikan kritik dengan bijaksana.
Salah satu cara yang dapat dilakukan guru dalam rangka membangkitkan motivasi belajar untuk pembentukan karakter anak antara lain :
1. Mengusahakan agar tujuan belajar jelas dan menarik
2. Menciptakan suasana yang menyenangkan
3. Mengusahakan agar siswa aktif belajar
4. Menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan siswa
5. Memberi ulangan dan tugas sesuai dengan keadaan siswa
6. Memberitahukan hasil pekerjaan siswa
7. Memberikan hadiah dan pujian
8. Memberikan kritik dengan bijaksana
Aktivitas merupakan asas yang terpenting didalam proses belajar mengajar dan pembentukan karakter. Karena tanpa aktivitas tidak mungkin seseorang dapat dikatakan belajar, aktivitas tidak hanya jasmani saja melainkan juga aktivitas rohani. Di dalam kegiatan belajar mengajar peran motivasi baik instrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Motivasi bagi siswa dapat mengembangkan aktivitas dan mengarahkan serta memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar.
Membangkitkan motivasi belajar tidaklah mudah, untuk itu guru perlu mengenal siswa dan mempunyai kesanggupan kreatif untuk menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan dan minat siswa.
B. Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan dalam Belajar
Perubahan tingkah laku merupakan salah satu tujuan belajar, namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam belajar. Faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam belajar ada 2 macam, yaitu :
a. Faktor Intern Belajar
Faktor intern merupakan faktor yang berasal dari dalam individu sendiri, misalnya kematangan, kecerdasan, motivasi dan minat.
b. Faktor Ekstern Belajar
Faktor ekstern erat kaitannya dengan faktor sosial atau lingkungan individu yang bersangkutan. Misalnya keadaan lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat , guru dan alat peraga yang dipergunakan di sekolah.
1 . Faktor Intern
Kematangan
Karena kematangan mentalnya belum matang, kita akan sukar mengajarkan konsep-konsep ilmu Filsafat kepada siswa sekolah dasar. Pemberian materi tertentu akan tercapai apabila sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan individu atau siswa. Oleh karena itu, baik potensi jasmani maupun rohaninya perlu dipertimbangkan lagi kematangannya.
Kecerdasan (IQ)
Keberhasilan individu mempelajari berbagai pengetahuan ditentukan pula oleh tingkat kecerdasannya, misalnya, suatu ilmu pengetahuan telah cukup untuk dipelajari oleh seseorang individu dalam taraf usia tertentu. Tetapi kecerdasan individu yang bersangkutan kurang mendukung, maka pengetahuan yang telah dipelajarinya tetap tidak akan dimengerti olehnya. Demikian pula dalam hal-hal yang lain, seperti dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, misalnya memasak dan membuat mainan sederhana, dalam tingkat yang sama tidak semuanya individu mampu mengerjakannya dengan baik.
Motivasi
Motivasipun menentukan keberhasilan belajar. Motivasi merupakan dorongan untuk mengerjakan sesuatu. Dorongan tersebut ada yang datang dari dalam individu yang bersangkutan dan ada pula yang datang dari luar individu yang bersangkutan, seperti peran orang tua, teman dan guru.
Minat
Minat belajar dari dalam individu sendiri merupakan faktor yang sangat dominan dalam pengaruhnya pada kegiatan belajar, sebab kalau dari dalam diri individu tidak mempunyai sedikitpun kemauan atau minat untuk belajar, maka pelajaran yang telah diterimanya hasilnya akan sia-sia. Otomatis pelajaran tersebut tidak masuk sama sekali di dalam IQ-nya.
2. Faktor Ekstern
Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga pun sangat menentukan keberhasilan belajar. Status ekonomi, status sosial, kebiasaan dan suasana lingkungan keluarga ikut serta mendorong terhadap keberhasilan belajar. Suasana keluarga yang tentram dan damai sangat menunjang keharmonisan hubungan keluarga. Hubungan orang tua dan anak akan dirasakan saling memperhatikan dan melengkapi. Apabila anak menemukan kesulitan belajar, dengan bijaksana dan penuh pengertian orang tuanya memberikan pandangan dan pendapatnya terhadap penyelesaian masalah belajar anaknya.
Lingkungan Masyarakat
Peran masyarakat sangat mempengaruhi individu dalam belajar. Setiap pola masyarakat yang mungkin menyimpang dengan cara belajar di sekolah akan cepat sekali menyerap ke diri individu, karena ilmu yang didapat dari pengalamannya bergaul dengan masyarakat akan lebih mudah diserap oleh individu daripada pengalaman belajarnya di sekolah. Jadi peran masyarakat akan dapat merubah tingkah laku individu dalam proses belajar.
Guru
Peran guru dapat mempengaruhi belajar. Bisa dilihat dari cara guru mengajar kepada siswa, hal ini sangat menentukan dalam keberhasilan belajar. Sikap dan kepribadian guru, dasar pengetahuan dalam pendidikan, penguasaan teknik-teknik mengajar, dan kemampuan menyelami alam pikiran setiap individu siswa merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, guru sebagai motivator, guru sebagai fasilitator, guru sebagai inovator, dan guru sebagai konduktor masalah-masalah individu siswa, perlu menjadi acuan selama proses pendidikan berlangsung.
Bentuk Alat Pelajaran
Bentuk alat pelajaran bisa berupa buku-bukun pelajaran, alat peraga, alat-alat tulis menulis dan sebagainya. Kesulitan untuk mendapatkan atau memiliki alat-alat pelajaran secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi keberhasilan dalam belajar siswa. Siswa akan cenderung berhasil apabila dibantu oleh alat-alat pelajaran yang memadai. Alat pelajaran tersebut akan menunjang proses pemahaman anak. Misalnya, melalui praktek sederhana dari materi pelajaran yang telah mereka pelajari.
Kesempatan Belajar
Kesempatan belajar merupakan faktor yang sedang diupayakan Pemerintah melalui Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar 9 Tahun yang mulai dicanangkan tahun pelajaran 1994/1995. Pencanangan Wajar tersebut merupakan alternatif pemberian kesempatan kepada para siswa, terutama bagi mereka yang orang tuanya berekonomi kurang mampu.
Seorang anak yang tidak memiliki kesempatan belajar karena secara ekonomis kurang mampu, tetapi di sisi lain anak tersebut berintelegensi tinggi, maka ia akan menemukan hambatan dalam penyaluran aspirasi cita-citanya secara utuh. Walaupun motivasi begitu tinggi untuk mencapai tujuan yang diinginkannya, tetapi apabila tidak didukung oleh ekonomi yang cukup, maka akan menemukan kendala yang relatif serius. Begitu pula sebaliknya, seorang anak dari keluarga yang mampu, memiliki intelegensi yang tinggi, bersekolah di sekolah favourit, dan ditunjang oleh sarana dan prasarana yang serba ada, belum tentu dapat belajar dengan baik, sebab masih ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi anak tersebut untuk belajar dengan baik, seperti motivasi belajar, keharmonisan lingkungan keluarga, jarak dari rumah ke sekolah yang cukup jauh sehingga melelahkan, perhatian khusus dari guru kelas, serta hal-hal lain yang memungkinkan ketidak berhasilan siswa tersebut.
Fenomena lain kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah dan sering minggat dari sekolah. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti :
1) Rendahnya kemampuan intelektual anak
2) Gangguan perasaan / emosi
3) Kurangnya motivasi untuk belajar
4) Kurang matangnya anak untuk belajar
5) Usia yang terlalu muda
6) Latar belakang sosial yang tidak menunjang
7) Kebiasaan belajar yang kurang baik
8) Kemampuan mengingat yang rendah
9) Terganggunya alat-alat indera
10) Proses belajar mengajar yang tidak sesuai
11) Tidak adanya dukungan dari lingkungan belajar.
C. Cara yang diempuh
Tugas pendidik atau guru adalah mempersiapkan generasi bangsa agar mampu menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya dikemudian hari sebagai khalifah Allah di bumi. Dalam menjalankan tugas ini pendidikan berupaya mengembangkan potensi (fitrah) sebagai anugrah Allah yang tersimpan dalam diri anak, baik yang bersifat jasmaniah maupun ruhaniah, melalui pembelajaran sebuah pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman berguna bagi hidupnya. Dengan demikian pendidikan yang pada hakekatnya adalah untuk memanusiawikan manusia memiliki arti penting bagi kehidupan anak. Hanya pendidikan yang efektif yang mampu meningkatkan kualitas hidup dan mengantarkan anak survive dalam hidupnya.
Secara umum guru berarti orang yang dapat menjadi anutan serta menjadikan jalan yang baik demi kemajuan. Sejak berlakunya kurikulum 1995, pengertian guru mengalami penyempurnaan, menurut kurikulum 1995 ialah “Guru adalah perencana dan pelaksana dari sistem pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Guru adalah pihak utama yang langsung berhubungan dengan anak dalam upaya proses pembelajaran, peran guru itu tidak terlepas dari keberadaan kurikulum.
Peranan guru sangat penting dalam pelaksanaan proses pembelajaran, selain sebagai nara sumber guru juga merupakan pembimbing dan pengayom bagi para murid yang ada dalam suatu kelompok belajar. hal tersebut sesuai dengan ungkapan T. Rustandy (1996 : 71) yang mengatakan bahwa : Guru memegang peranan sentral dalam proses pembelajaran, memiliki karakter dan kepribadian masing-masing yang tercermin dalam tingkah laku pada waktu pelaksanaan proses pembelajaran. Pola tingkah laku guru dalam proses pembelajaran biasanya ditiru oleh siswa dalam perjalanan hidup sehari-hari, baik di lingkungan keluarga ataupun masyarakat, karena setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian. Keragaman kecakapan dan kepribadian ini mempengaruhi terhadap situasi yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
Tetapi menurut Brenner (1990) sebenarnya pendidikan anak prasekolah terefleksi dalam alat-alat perlengkapan dan permainan yang tersedia, cara perlakuan guru terhadap anak, adegan dan desain kelas, serta bangunan fisik lainnya yang disediakan untuk anak. (M. Solehuddin, 1997 : 55).
Adapun syarat-syarat bagi guru pada umumnya, termasuk di dalamnya guru agama, telah tercantum dalam Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 Tahun 1950 Bab X Pasal 15 yang berbunyi :
“Syarat utama menjadi guru selain ijazah dan syarat-syarat lain mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pengajaran”. (Zuhairini, 1983 :35).
Beberapa cara mengatasi kesulitan dalam belajar dapat dilakukan dengan cara belajar yang efektif dan efisien. Cara demikian merupakan problematika yang perlu mendapatkan perhatian cukup serius. Orang tua dan Guru Kelas kerap kali memberikan saran-saran kepada siswa agar rajin belajar karena rajin adalah pangkal cerdas. Orang cerdas akan mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan perkembangan zaman yang serba kompleks.
Berikut ini beberapa alternatif dalam kesulitan belajar :
1. Observasi Kelas
Pada tahap ini observasi kelas dapat membantu mengurangi kesulitan dalam tingkat pelajaran, misalnya memeriksa keadaan secara fisik bagaimana kondisi kelas dalam kegiatan belajar, cukup nyaman, segar, sehat dan hidup atau tidak. Kalau suasana kelas sangat nyaman, tenang dan sehat, maka itu semua dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih semangat lagi.
2. Pemeriksaan Alat Indera
Dalam hal ini dapat difokuskan pada tingkat kesehatan siswa khusus mengenai alat indera. Diupayakan minimal dalam sebulan sekali pihak sekolah melakukan tes atau pemeriksaan kesehatan di Puskesmas / Dokter, karena tingkat kesehatan yang baik dapat menunjang pelajaran yang baik pula. Maka dari itu, betapa pentingnya alat indera tersebut dapat menstimulasikan bahan pelajaran langsung ke diri individu.
3. Teknik Main Peran
Disini, seorang guru bisa berkunjung ke rumah seorang murid. Di sana seorang guru dapat leluasa melihat, memperhatikan murid berikut semua yang ada di sekitarnya. Di sini guru dapat langsung melakukan wawancara dengan orang tuanya mengenai kepribadian anak, keluarga, ekonomi, pekerjaan dan lain-lain. Selain itu juga, guru bisa melihat keadaan rumah, kondisi dan situasinya dengan masyarakat secara langsung.
4. Tes Diagnostik Kecakapan/Tes IQ/Psikotes
Dalam hal ini seorang guru dapat mengetahui sejauh mana IQ seseorang dapat dilihat dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan praktis dan sederhana. Dengan latihan psikotes dapat diambil beberapa nilai kepribadian siswa secara praktis dari segi dasar, logika dan privasi seseorang.
5. Menyusun Program Perbaikan
Penyusunan program hendaklah dimulai dari segi pengajar dulu. Seorang pengajar harus menjadi seorang yang konsevator, transmitor, transformator, dan organisator. Selanjutnya lengkapilah beberapa alat peraga atau alat yang lainnya yang menunjang pengajaran lebih baik, karena dengan kelengkapan-kelengkapan yang lebih kompleks, motivasi belajarpun akan dengan mudah didapat oleh para siswa.
Hendaklah semua itu disadari sepenuhnya oleh para pengajar sehingga tidak ada lagi kendala dan hambatan yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar. Selain itu tingkat kedisiplinan yang diterapkan di suatu sekolah dapat menunjang kebaikan dalam proses belajar. Disiplin dalam belajar akan mampu memotivasi kegiatan belajar siswa.
Alternatif lain yang dapat diambil guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswanya. Akan tetapi sebelum pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu melakukan beberapa langkah berikut ini :
a. Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antar bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
b. Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan adanya perbaikan.
c. Menyusun program perbaikan.
Dalam menyusun program pengajaran perbaikan diperlukan adanya ketetapan sebagai berikut :
a. Tujuan pengajaran remedial
Contoh dari tujuan pengajaran remedial yaitu siswa dapat memahami kata “tinggi”, “pendek” dan “gemuk” dalam berbagai konteks kalimat.
b. Materi pengajaran remedial
Contoh materi pengajaran remedial yaitu dengan cara lebih khusus dalam mengembangkan kalimat-kalimat yang menggunakan kata-kata seperti di atas.
c. Metode pengajaran remedial
Contoh metode pengajaran remedial yaitu dengan cara siswa mengisi dan mempelajari hal-hal yang dialami oleh siswa tersebut dalam menghadapi kesulitan belajar.
d. Alokasi waktu
Contoh alokasi waktu remedial misalnya waktunya Cuma 60 menit.
e. Teknik evaluasi pengajaran remedial
Contoh teknik evaluasi pengajaran remedial yaitu dengan menggunakan tes isian yang terdiri atas kalimat-kalimat yang harus disempurnakan, contohnya dengan menggunakan kata tinggi, kata pendek, dan kata gemuk.
Selanjutnya untuk memperluas wawasan pengetahuan mengenai alternatif-alternatif atau cara-cara pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan mempelajari buku-buku khusus mengenai bimbingan dan penyuluhan. Selain itu, guru juga sangat dianjurkan untuk mempertimbangkan penggunaan model-model mengajar tertentu yang dianggap sesuai sebagai alternatif lain atau pendukung cara memecahkan masalah kesulitan belajar siswa.
Keaktifan siswa tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi fikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya dengan siswa tidak belajar, karena siswa tidak merasakan perubahan di dalam dirinya, padahal pada hakekatnya belajar adalah “perubahan” yang terjadi dalam diri seseorang yang telah berakhirnya melakukan aktivitas belajar.
Penerapan sikap dan pembentukan kepribadian pada diri siswa harus dioptimalkan, mengingat keberhasilan suatu proses pembelajaran bukan diukur oleh adanya penambahan dan perubahan pengetahuan serta keterampilan saja, namun nilai sikap harus terakomodasi, sebab dengan perubahan sikap akan menentukan terhadap perubahan kognitif ataupun psikomotor.
Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakekatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengjar adalah proses memberikan bimbingan, bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajar.
Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah interaksi antara guru dengan peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta didik lainnya, serta dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan tingkah laku pada diri peserta didik. Agar proses belajar mengajar tersebut berlangsung secara efektif selain diperlukan alat peraga sebagai pelengkap yang digunakan guru dalam berinteraksi dengan peserta didik diperlukan pula aturan dan tata tertib yang baku agar dalam pelaksanaannya teratur dan tidak menyimpang.
Dari hakikat proses belajar mengajar, pembelajaran merupakan proses komunikasi, maka pembelajaran seyogyanya tidak atraktip melainkan harus demokrasi. Siswa harus menjadi subjek belajar, bukan hanya menjadi pendengar setia atau pencatat yang rajin, tetapi siswa harus aktif dan kreatif dalam berbagai pemecahan masalah. Dengan demikian guru harus dapat memilih dan menentukan pendekatan dan metode yang disesuaikan dengan kemampuannya, kekhasan bahan pelajaran, keadaan sarana dan keadaan siswa.
Membantu masalah kesulitan belajar (tambahan)
a.       Berikan perintah yang terperinci
b.      Gunakan semua indera saat mengajar
c.       Mengajarkan ide pkok saat mengajar
d.      Jangan ada gangguan di dalam kelas
e.       Penyampaian pelajaran dengan contoh konkret
f.       Perhatikan anak yang mengalami kesulitan belajar yang terlihat secara aktif atau sebaliknya


BAB III



Kesimpulan

Perlu diketahui bersama bahwa dalam hal ini, guru merupakan suatu pekerjaan yang sangat mulia karena mendidik agar siswanya menjadi lebih baik dan mempersiapkan kedepan bagaimana nanti terjun ke masyarakat. Akan tetapi perlu ditekankan bahwa dalam mendidik harus ada rule atau peraturan yang harus kita perhatikan tetapi juga tidak membatasi seorang guru dalam menyampaikan ide kreatifitasnya, sepanjang tidak melanggar peraturan yang ditetapkan.



Saran

Saran yang saya sampaikan adalah semoga dalam hal ini perkembangan pendidikan di Indonesia lebih baik dimasa yang akan datang dan tercipta SDM yang berkompeten dalam hal pendidikan ini.



DAFTAR PUSTAKA


Dra. Jojoh Nurdiana, dkk. 2005 . Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah, materi Penataran Tertulis Program Terakreditasi Guru TK. Bandung.

dr. Harlina Pribadi,S.K.M. 2007. Pedoman Bagi Orang Tua, Guru dan Penyuluh Masyarakat. Jakarta: Ckra Media.

Rosalin Elin. 2008. Bagaimana Menjadi Guru Inspiratif. Bandung: PT. Karya Mandiri Persada.

Prof.Dr.H.Mohammad Asrori,M.Pd. 2011. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima

Tidak ada komentar:

Posting Komentar