Selasa, 13 Maret 2012

ETIKA LINGKUNGAN


Etika Lingkungan

 Apa itu Etika Lingkungan ?
Etika lingkungan adalah berbagai prinsip moral lingkungan. Jadi etika lingkungan merupakan petunjuk perilaku manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Dengan etika lingkungan kita tidak saja mengimbangi hak dan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan juga membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kepentingan hidup kita. Dengan etika lingkungan kita perlu meningkatkan soldaritas alam dengan lingkungan hidup alam kita 
  Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan menjadi dua  yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal. Selain itu etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua mahluk.
  Yang dimaksud Etika ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika Ekologi ini memiliki prinsip yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang. Premisnya adalah bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies manusia dengan memasukkan komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas disini maksudnya adalah komunitas yang menyertakan binatang dan tumbuhan serta alam.
  Sedangkan Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia, yang bersifat antroposentris. Etika ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak ahli lingkungan. Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Etika Ekologi Dangkal
Etika ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu etika antroposentris yang menekankan segi estetika dari alam dan etika antroposentris yang mengutamakan kepentingan generasi penerus. Etika ekologi dangkal yang berkaitan dengan kepentingan estetika didukung oleh dua tokohnya yaitu Eugene Hargrove dan Mark Sagoff. Menurut mereka etika lingkungan harus dicari pada aneka kepentingan manusia, secara khusus kepentingan estetika. Sedangkan etika antroposentris yang mementingkan kesejahteraan generasi penerus mendasarkan pada perlindungan atau konservasi alam yang ditujukan untuk generasi penerus manusia.   
 

Etika yang antroposentris ini memahami bahwa alam merupakan sumber hidup manusia. Etika ini menekankan hal-hal berikut ini :
1.   Manusia terpisah dari alam,
2.   Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung jawab manusia.
3.   Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya
4.   Kebijakan dan manajemen sumber daya alam untuk kepentingan manusia
5.   Norma utama adalah untung rugi.
6.   Mengutamakan rencana jangka pendek.
7.   Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya dinegara miskin
 
Etika Ekologi Dalam
Bagi etika ekologi dalam, alam memiliki fungsi sebagai penopang kehidupan. Untuk itu lingkungan patut dihargai dan  diperlakukan dengan cara yang baik. Etika ini juga disebut etika lingkungan ekstensionisme dan etika lingkungan preservasi. Etika ini menekankan pemeliharaan alam bukan hanya demi manusia tetapi juga demi alam itu sendiri. Karena alam disadari sebagai penopang kehidupan manusia dan seluruh ciptaan. Untuk itu manusia dipanggil untuk memelihara alam demi kepentingan bersama.
  Etika lingkungan ini dibagi lagi menjadi beberapa macam menurut fokus perhatiannya, yaitu neo-utilitarisme, zoosentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme. Etika lingkungan neo-utilitarisme merupakan pengembangan etika utilitarisme Jeremy Bentham yang menekankan kebaikan untuk semua. Dalam konteks etika lingkungan maka kebaikan yang dimaksudkan, ditujukan untuk seluruh mahluk. Tokoh yang mempelopori etika ini adalah Peter Singer. Dia beranggapan bahwa menyakiti binatang dapat dianggap sebagai perbuatan tidak bermoral.
  Etika lingkungan Zoosentrisme adalah etika yang menekankan perjuangan hak-hak binatang, karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar moral. Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih.
Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan kehidupan sebagai standar moral. Salah satu tokoh penganutnya adalah Kenneth Goodpaster. Menurut Kenneth rasa senang atau menderita bukanlah tujuan pada dirinya sendiri. Bukan senang atau menderita, akhirnya, melainkan kemampuan untuk hidup atau kepentingan untuk hidup. Kepentingan untuk hidup yang harus dijadikan standar moral. Sehingga bukan hanya manusia dan binatang saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor, karenanya tumbuhan dan binatang secara moral dapat dirugikan dan atau diuntungkan dalam proses perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti bertumbuh dan bereproduksi.
  Etika Lingkungan Ekosentrisme adalah sebutan untuk etika yang menekankan keterkaitan seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem. Setiap individu dalam ekosistem diyakini terkait satu dengan yang lain secara mutual. Planet bumi menurut pandangan etika ini adalah semacam pabrik integral, suatu keseluruhan organisme yang saling membutuhkan, saling menopang dan saling memerlukan. Sehingga proses hidup-mati harus terjadi dan menjadi bagian dalam tata kehidupan ekosistem. Kematian dan kehidupan haruslah diterima secara seimbang. Hukum alam memungkinkan mahluk saling memangsa diantara semua spesies. Ini menjadi alasan mengapa manusia boleh memakan unsur-unsur  yang ada di alam, seperti binatang maupun tumbuhan. Menurut salah satu tokohnya, John B. Cobb, etika ini mengusahakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan keseluruhan dalam ekosistem.
  Secara umum etika ekologi dalam ini menekankan hal-hal berikut :
1.   Manusia adalah bagian dari alam
2.  Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh manusia, tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang
3.   Perhatian akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan sewenang-wenang
4.   Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk
5.   Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai
6.   Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati
7.   Menghargai dan memelihara tata alam
 
Pandangan Baru Terhadap Alam
 
  Kita hendaknya mengganti paradigma manusia sebagai sang penakluk komunitas alam dengan paradigma manusia sebagai anggota dari komunitas alam. Dengan begitu manusia mampu menghargai anggota lain di dalam komunitas ekosistem. Aldo Leopold menyatakan bahwa “Sesuatu adalah benar jika hal itu menuju pada kesatuan, stabilitas dan keindahan komunitas biotik. Adalah salah jika menuju ke arah lain” . 
  Salah satu faktor penyebab terpenting yang perlu diperhatikan dalam proses terjadinya perusakan lingkungan oleh manusia adalah faktor ekonomi. Secara lebih khusus lagi adalah segi kerakusan manusia, dimana manusia melakukan eksploitasi tak terbatas terhadap alam. Alam hanya dilihat sebagai benda penghasil uang. Dunia sekarang ini berada dalam sistem ekonomi lama, yaitu kapitalisme yang menjunjung tinggi keuntungan dan mengakibatkan hilangnya nilai kebersamaan.
  Sekarang ini diperlukan adanya perubahan sikap manusia secara mendasar dalam memperlakukan alam. Perubahan itu adalah perubahan nilai, dari nilai hubungan manusia dengan alam yang bersifat ekonomis ke nilai hubungan yang dilandasi oleh sikap menghargai  alam sebagai bagian dari hidup manusia. Jadi berdasar pada nilai yang tidak melulu dan hanya berorientasi keuntungan manusia. Maka diharapkan ada usaha  untuk menemukan suatu sistem ekomomi baru yang sungguh menghargai “yang lemah”, yang nampaknya tak berperan dalam kehidupan di dunia ini.
  Begitu baiknya alam ini hingga mampu menciptakan spesies-spesies yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Di dalam alam juga tercipta simbiosis-simbiosis. Tumbuhan, binatang dari yang paling kecil hingga yang terbesar  dan manusia, terjalin dalam jaring-jaring rantai makanan. Masing-masing punya perannya sendiri dalam melestarikan alam ini. Semuanya membentuk suatu komunitas yang saling tergantung. Inilah yang perlu sungguh disadari manusia. Hewan, tumbuhan dan segala sesuatu bagian dari ekosistem merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia. Merusak dan membunuh mereka tanpa perhitungan berarti menghancurkan manusia sendiri. 
  Makhluk hidup seperti binatang dan tumbuhan juga mempunyai hak, meskipun mereka tidak dapat bertindak yang berlandaskan kewajiban. Mereka ada dan tercipta untuk kelestarian alam ini. Maka mereka juga mempunyai hak untuk hidup. Hak itu harus dihormati berdasar prinsip nilai intrinsik yang menyatakan bahwa setiap entitas sebagai anggota komunitas bumi bernilai. Dengan demikian, pembabatan hutan secara tidak proporsional dan penggunaan binatang sebagai obyek eksperimen tidak dapat dibenarkan.
  Permasalahan lingkungan sendiri tidak bisa dilepaskan dari kegiatan manusia yang disebut teknik. Pengertian teknik adalah suatu cara membuat sesuatu. Teknik kemudian dipelajari untuk tujuan tertentu dan dinamakan teknologi. Alat-alat yang dihasilkan teknik bisa merupakan perpanjangan tubuh manusia atau bisa juga sarana untuk menemukan dan menyimpan apa yang tidak didapatkan pada dirinya. Maka teknik adalah realisasi sekaligus substitusi diri manusia. Masalahnya kemudian teknik itu mengandaikan ada sarana yang dipakai, dan itu adalah alam. Penggunaan alam untuk memenuhi kebutuhan manusia dibedakan dalam dua sifat : eksploitatif dan konstruktif. Eksploitatif maksudnya manusia mengambil segala sesuatu dari alam tanpa mengganti atau mengembalikannya ke alam. Sedangkan konstruktif adalah pengambilan hasil alam dengan memperhitungkan kelestariannya, maka harus diikuti dengan tindakan memperbarui.
  Susahnya masalah ini dipecahkan adalah karena eksploitasi ini diorganisasi dan dipakai bukan sekadar memenuhi kebutuhan hidup tapi untuk menumpuk harta demi kepentingan egoisme. Sudah sepantasnya manusia sadar kalau semua akibat eksploitasi ini akan berbalik dan merugikan diri manusia sendiri. Manusia harus berpikir secara jangka panjang dan bukan semata-mata untuk dirinya sendiri. Maka perlu diperhitungkan bagaimana mengganti sumber-sumber alam yang dipakai. Bagaimana menggunakan sumber alam agar sungguh maksimal mencapai tujuan tanpa merusak keseimbangan alam. Mungkin kita harus kembali pada pemilihan prioritas mana yang penting, mana yang sekadar berguna, mana yang artifisial dan menyenangkan. Apakah perlu menebang pohon, apakah perlu mendirikan pabrik yang berlimbah beracun, dsb.
 
Pandangan Islam terhadap Alam
Al-qur’an diturunkan oleh pencipta alam semesta dengan secara bertahap. Jumlah ayat kitab suci yang diturunkan kepada manusia ini (hudalinnas) ini lebih dari 6000 ayat. Ini memberi indikator bahwa persoalan kehidupan manusia itu – baik di dunia ini, di alam kubur maupun di akhirat nanti tentu jumlahnya sangat banyak dan kompleks. Ayat pertama dimulai dengan bacalah. Bacalah bermakna bahwa persoalan kehidupan dan lingkungan itu adalah persoalan keilmuan. Tetapi ayat itu dilanjutkan dengan: “Bacalah dengan nama tuhan yang Maha Menciptakan”. Pesan di sini adalah bahwa membaca juga harus dengan kaca mata iman. Bahwa semua di dunia ini ada yang menciptakan. Ayat itu dilanjutkan dengan: “Yang menciptakan manusia dari yang berkait/menggantung”. Ini bermakna luas. Manusia itu diciptakan dari sesuatu yang sifatnya menggantung atau berkait. Tentu salah satunya berarti bahwa manusia itu bahan dasarnya adalah sesuatu yang berkait. Artinya manusia akan hidup dengan baik bila dia berada di lingkungan yang beranekaragam –misalnya hayati.

Kesimpulan
  Agar lingkungan tetap terjaga kelestariannya, maka perlu adanya etika lingkungan dan selain itu juga perlu ada tanggung jawab moral ketika terjadi kerusakan lingkungan.
Ada beberapa tahapan dari etika lingkungan, yaitu :
1.            Egoisme, yang berdasarkan keakuan tetapi penuh kesadaran akan ketergantungannya pada makhluk lain sehingga seorang egois dapat berperan serta dalam pengelolaan lingkungan.
2.            Humanisme, solidaritas terhadap sesama manusia
3.            Sentientisme, kesetiakawanan terhadap makhluk lain yang memiliki perasaan (manusia lain atau hewan)
4.            Vitalisme, kesetiakawanan terhadap makhluk lain yang tidak memiliki perasaan (misalnya tumbuhan)
5.            Altruisme, tingkatan akhir dari etika lingkungan yakni solidaritas terhadap semua yang ada, sebagai sesama ciptaan Tuhan di bumi ini       


  

DAFTAR PUSTAKA


Alqur’anul karim. Departemen Agama RI. Jakarta.
Sahih Buchari dan Muslim.
Borrong, Robert, Etika Bumi Baru, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta 1999
Hargrove, Eugene C,  Foundation of Environmental Ethics,  Prentice Hall, New Jersey, 1989
Mangunwijaya, YB, Lingkungan dalam pandangan Timur,  makalah Seminar Lingkungan dan Berbagai Masalahnya, Cibubur, November 1982
Sony Keraf,  Lingkugan Hidup, Melihat Dimensi Etisnya, Kompas, 6 Desember 1982
Tim Wartawan Kompas, Hutan Konservasi Dihabisi, Kompas, 5 Agustus 2001
VanDeVeer, Donald dan Pierce Christine, People, Penguins, and Plastic Trees, Wadsworth Publishing Company, Belmont, California, 1986



 
 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar